• No results found

PANDANGAN ISLAM TERHADAP KEMISKINAN (Analisis Pemikiran Abdul A'la Al- Maududi dan Yusuf Al- Qardawi) Oleh: Darusman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Share "PANDANGAN ISLAM TERHADAP KEMISKINAN (Analisis Pemikiran Abdul A'la Al- Maududi dan Yusuf Al- Qardawi) Oleh: Darusman"

Copied!
10
0
0

Bezig met laden.... (Bekijk nu de volledige tekst)

Hele tekst

(1)

PANDANGAN ISLAM TERHADAP KEMISKINAN (Analisis Pemikiran Abdul A'la Al- Maududi

dan Yusuf Al- Qardawi)

Oleh: Darusman

ABSTRAK

"Seandainya Kemiskinan berwujud seorang manusia, niscaya aku akan membunuhnya"

(Ali bin Abi Thalib)

Kutipan di atas pernah dibuat sebagai pembuka bab pertama buku Nabi Subhi Al Thawil Al-Hirman wa al- Takhalluf fi Diyar al-Muslimin. Buku itu yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia mengisahkan kemelaratan kaum muslimin dengan data dan angka1. Buku kecil ini diakhiri dengan himbauan agar umat Islam bersama-sama memerangi kemiskinan, seperti tekad Ali bin Abi Thalib.Yang menarik buat saya sekarang adalah kenyataan bahwa pernyataan perang terhadap kemiskinan dikeluarkan oleh seorang sahabat yang dianggap terkenal sederhana, bahkan ia terkenal dengan hidup sufi1.

A. Pendahuluan

Perhatian agama Islam terhadap masalah kemiskinan tersebut sangat besar. Dalam al- Qur'an kata miskin dan masakin disebut sampai 25 kali, sementara faqir dan fuqoro sampai 14 kali (Muhammad Abdul Baqi'). Allah SWT berfirman "berikanlah makan kepada orang yang lagi faqir" (QS. AL-Hajj, 22 : 8). Nabi Muhammad SAW sendiri berdo'a "aku berlindung kepada-Mu dan kefakiran dan kekufuran ".(H.R Abu Daud). Mengapa demikian, hadits lain menyebutkan bahwa kefakiran yang menimpa seseorang atau suatu bangsa cenderung akan berperilaku kufur (Kadal Faqru An Yakuuna Kufran). Kufur disini tidak hanya lawan dari iman, melainkan juga lawan dari syukur atas nikmat- nikmat yang dianugrahkan Allah SWT. Menurut Yusuf Al-Qardawy1, akibat negatif dari kefakiran dan kemiskinan itu bisa merusak aqidah, moral dan retaknya keluarga serta masyarakat dan negara.

Dalam Islam ada dua Madzhab dalam menjelaskan tentang siapa sebenarnya yang disebut miskin itu. Pertama, madzhab Hanafi dan Maliki yang berpendapat miskin itu adalah

"orang yang tidak mempunyai sesuatupun juga". Kedua, madzhab Hambali dan Syafi'i yang menyatakan miskin itu adalah "orang yang mempunyai seperdua dari keperluannya atau lebih tetapi tidak mencukupi". Dalam kehidupan kita, biasanya kata miskin dijadikan kata majemuk dengan faqir2, sehingga menjadi faqir miskin yang artinya kurang lebih sama.

Menurut hemat penulis, faqir dapat disamakan dengan kemiskinan absoulut dan miskin dengan kemiskinan relatif.

Hal ini terdapat beberapa pendirian terhadap masalah kemiskinan3. Pertama, pendirian yang menyucikan kemiskinan. Bagi golongan ini kemiskinan bukan masalah yang harus dipecahkan, tetapi harus dibiarkan, karena dengan demikian manusia manusia bisa berkonsentrasi berhubungan dengan Tuhannya, tidak di ganggu dengan urusan duniawi.

Kedua, pendirian para fatalis yang menganggap bahwa kemiskinan itu merupakan taqdir

1Yusuf al-Qardhawy, Konsep Islam dalam Mengentaskan kemiskinan, (Surabaya : Bina Islam, 1996) hal. 12-17

2 Sulaiman Rasyid, Figh Islam (Jakarta: AT- Tahiriyah 1954) hal. 207-209

3 Yusuf al-Qardawy, Op,Cit,. Hal.1-10

(2)

Allah dan Manusia harus sabar dengan ujian itu. Ketiga, pendirian ketiga sama dengan fatalis, namun mereka maju selangkah. Yaitu secara perorangan mereka harus membantu orang- orang miskin. Madzhab ini dikenal sebagai "kebajikan Pribadi". Keempat, kaum kapitalis memandang kemiskinan adalah menimbulkan problem yang harus diselesaikan dengan orang miskin sendiri, sedangkan orang kaya bebas dalam mempergunakan hartanya. Kelima, Kaum Marxis yang menyatakan bahwa kemiskinan itu bisa diatasi kalau kaum borjuis dan kekayaannya tidak dimusnahkan, tetapi lalu ditata kelas-kelas baru.

Pendekatan kontemporer melihat bahwa penyebab kemiskinan bisa dilihat dari tiga teori berikut ini4: Pertama, teori yang menekankan kepada pada nilai-nilai. Mereka miskin karena mereka bodoh, malas, tidak ulet, tidak mempunyai prestasi, fatalistik. Kedua, teori yang menekankan pada organisasi ekonomi masyarakat. Teori ini menganggap orang itu miskin karena kurangnya peluang dan kesempatan untuk memperbaiki hidup mereka. Ketiga, teori yang menekankan pada pembagian kekuasaan dalam struktur sosial dan tatanan masyarakat.

Tatanan dan struktur masyarakat yang ada dianggap sebagai hasil paksaan (bukan konsensus) sekelompok kecil anggota masyarakat yang berkuasa dan kaya akan mayoritas warga masyarakat miskin, dan inilah yang menjadi sebab kemiskinan.

Jalan keluar dari teori ini bermacam- macam pula. Bagi teori pertama caranya mereka harus dicerdaskan, sedangkan bagi teori kedua caranya adalah perlu adanya industrialisasi agar ada tetesan kebawah. Bagi teori ketiganya yang di perlukan adalah perombakan struktur.

Dilihat dari beberapa teori tersebut ada beberapa pendekatan dalam memahami kemiskinan dan penyebab yang dapat disederhanakan, yaitu sebab kultural yang dilatari oleh teori kapitalisme dan sebab struktural yang dilatari oleh oleh teori markisual. Namun masih ada sebab lain yang tidak boleh dilupakan yaitu peristiwa-peristiwa alam dan lain sebagainya.

Dalam penulisan ini yang ingin penulis ungkapkan adalah alur pemikiran kedua tokoh muslim, seperti Abul A'la al- Maududi dan Yusuf al- Qardawy di bawah ini.

B. Pemikiran Abul A'la al- Maududi

Menurut Al- Maududi, untuk mengatasi kemiskinan, maka yang akan digunakan dan diterapkan adalah sistem ekonomi Islam dengan karakteristik sebagai berikut2:

1. Berusaha dan bekjerja dengan mengindahkan yang halal dan haram tidak membenarkan bagi para pemeluknya untuk mencari kekayaan semau mereka dengan jalan apa saja yang mereka kehendaki. Namun dalam Islam dijelaskan perbedaan antara jalan yang sah dan jalan yang tidak sah menurut agama. Perinsip ini juga diterapkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya :

Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, sekali-kali jangan kamu makan harta sesamamu dengan jalan yang tidak sah, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah maha penyayang kepadamu. Dan barang siapa berbuat demikian dengan melanggar hal yang aniaya, maka kelak memasukkannya kedalam neraka". (Q.S. an- Nisa': 29-30).

Ayat ini terdapat dua ketetapan sebagai syarat bagi syahnya perdagangan. Pertama, hendaklah perdagangan itu dilakukan suka sama suka di antara kedua belah pihak.Kedua, hendaklah keuntungan satu pihak, tidak berdiri diatas dasar kerugian pihak lain.

4Jhon Kenneth, Hakekat kemiskinan Massa, Jakarta : Sinar Harapan, hal. 25-26

2Abu A'la al-Maududi, Dasar dasar ekonomi dalam Islamdan Berbagai Sistem masa Kini, Bandung: Al-Ma'arif, 1980, hal. 116-137

(3)

2. Larangan Menumpuk Harta

Yang kedua, ialah seyoganya orang tidak mengumpulkan harta yang meskipun di dapatnya dengan jalan sah, karena akan menghambat perputaran (distribusi) kekayaan dan merusak keseimbvangan serta pembagiannya dikalangan masyarakat. Orang yang mengumpulkan harta dan tidak membelanjakannya, tidak hanya mencampakkan dirinya kedalam penyakit moral saja, tetapi juga melakukan sesuatu kejahatan besar terhadap masyarakat banyak, di mana mudlarat dan keburukannya akan kembali menimpa dirinya sendiri juga. Oleh sebab itu Islam memerangi kebathilan, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Ali Imran (3) : 18 yang artinya :" sekali-kali jangan lah orang-orang yang bathil dengan harta yang dikaruniakan allah, mereka menyangka, bahwa kebathilan itu baik bagi mereka, bahkan kebathilan itu adalah buruk bagi mereka".

Membelanjakan harta di Jalan Allah Pada sisi lain, Islam menyuruh kepada ummatnya untuk membelanjakan harta, meski Islam juga melarang untuk bersikap boros.

Namun dengan perintah ini bukan berarti ada legitimasi bagi ummat Islam untuk membelanjakan harta dengan royal dan boros, apalagi tujuan pengeluaran itu hanya untuk pemenuhi kepuasan hawa nafsu belaka (hedonisme). Maksud diperintahkannya membelanjakan harta yaitu membelanjakan harta dengan disertai syarat fi sabilillah, di jalan allah. Hal ini sesuai dengan QS. Al- baqarah (2) : 219

Artinya : "dan mereka bertanya kepadamu, apa yang mereka belanjakan ? katakanlah, yang lebih dari keperluan".

Dan Allah juga berfirman dalam QS. An- Nisa' (4) : 36.

Artinya : "Sembahlah olehmu akan Allah, janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu. Dan berbuat baiklah kepada keduia ibu bapak, karib kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, orang-orang musafir dan hamba sahayamu".

Ayat-ayat diatas memberi pelajaran bagi kita, sesungguhnya sangkaan-sangkaan kapitalis yang mengatakan bahwa apabila ia mengeluarkan hartanya di jalan kebaikan, maka ia akan jatuh miskin dan apabila dikumpulkan hartanya, maka ia akan menjadi kaya, sedang Islam berkata :"sesungguhnya Allah memberikan harta seorang apabila dibelanjakannya dijalan kebajikan dan melipatgandakannya".

Seorang kapitalis menyangka bahwa semua harta yang dikeluarkan dijalan kebajikan telah hilang dan tak akan kembali lagi. Namun Islam membantah, bahwa harta yang dibelanjakan dijalan kebajikan itu tidak akan hilang, dan akan kembali kepada yang yang memilikinya dengan sejumlah keuntungan yang besar di hari kemudian. Allah berfirman dalam QS. Fathir : 20-30 :

Artinya : "Dan mereka membelanjakan hartanya dari rizki yang kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan. Mereka mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, karena allah akan menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia- Nya".

3. Zakat

(4)

Yang di kehendaki dalam Islam pada hakekatnya supaya kekayaan tidak dibiarkan berkumpul di salah satu tempat dalam masyarakat. Tidak selayaknya bagi orang-orang yang memperoleh kekayaan karena kebetulan nasib mereka baik atau karena kecakapan dan kecerdasan mereka, akan menyimpan dan tidak membelanjakan di jalan kebajikan.

Namun wajib bagi mereka membelanjakan dijalan yang memungkinkan bagi mereka yang tidak mempunyai nasib baik, akan memperoleh bagian yang cukup dari kekayaan masyarakat dalam distribisinya.

Untuk merealisasikan tujuan inilah Islam menciptakan sifat kedermawaan, murah hati dan kerja sama (Kooperasi) yang sejati dalam lapangan sosial dengan ajaran – ajaran moralnya yang tinggi, dengan jalan bujukan dan ancaman yang efektif, hingga dengan kecendrungan alamiahnya manusia merasa jijik untuk mengumpulkan kekayaan dan menyimpannya, dan engan gemar membelanjakannya dengan sendiri.

Pada sisi lain Islam membuat suatu perundang-undangan yang mewajibkan pemungutan suatu jumlah yang tertentu dari kekayaan orang bnayak untuk kesejahteraan masyarakat dan kebahagiaannya. Jumlah yang tertentu dari kekayaan orang banyak ini dinamakan dengan "zakat". Al-Qur'an sendiri menegaskan barang siapa menyimpan kekayaan, tidaklah halal baginya sebelum dikeluarkan zakat. Untuk lebih jelasnya Allah SWT berfirman dalam QS. At- Taubah :1-3 :

Artinya : ”Ambillah sedekah dari harta mereka, dengan sedekah itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka".

Kata zakat itu menunjukkan bahwa kekayaan yang dikumpulkan manusia itu mengandung najis dan kotor, tidak mungkin ia menjadi suci sebelum dikeluarkan 2,5 % dalam setiap tahunnya untuk para sabilillah. Tentang siapa yang berhak mendapat zakat.

Allah berfirman dalam QS. At- Taubah : 60 :

Artinya : "sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fkir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang sedang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan".

4. Hukum Waris

Islam maju selangkah lagi untuk membagi-bagikan kekayaan yang mungkin masih tinggal terkumpul di suatu tempat, hingga sesudah pengeluarannya untuk keperluan pribadi, untuk infaq di jalan Allah dan untuk menunaikan zakat. Yang demikian itu adalah dengan melaksanakan hukumnya mengenai waris.

Yang dikehe ndaki dalam Islam dengan hukum ini, adalah barang siapa meninggalkan harta, banyak atau sedikit, sebaiknya harta itu dibagi-bagikan kepada kerabat karibnya.

Dan barang siapa yang tidak mempunyai ahli waris yang mewarisinya, tidaklah seyogyanya hak itu diberikan kepada anak angkat, namun semua hartanya harus diserahkan kepada Baitul mal kaum muslimin supaya dapat dinikmati manfaatnya oleh seluruh umat Islam.

Hukum waris itu tidak ada bandingnya dalam suatu sistem ekonomi yang lain, karena dikehendaki oleh sistem-sistem itu adalah supaya kekayaan yang dikumpulkan oleh satu orang harus tetap terkumpul ditangan satu orang atau beberapa orang yang terbatas jumlahnya sesudahnya juga. Tetapi Islam hendak membagi-bagikan dan meratakannya, hingga distribusi atau peredaran harta itu dikalangan masyarakat ramai menjadi mudah dan lancar.

(5)

5. Ghanimah

Islam telah memerintahkan, supaya yang dapat dirampas oleh muslimin di medan perang dibagi menjadi lima bagian, empat bagian buat mereka yang ikut dalam peperangan dan sebagian untuk kepentingan sosial kaum muslimin. Dalam hal ini allah berfirman dalam QS. Al- Anfal : 41 :

Artinya :"Ketahuilah, apa saja yang kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlimanya untuk allah, Rasul, kerabat rasul, anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil".

Tafsir dari kata-kata sebagian untuk Allah dan Rasul-Nya adalah sebagian yang di khususkan untuk tujuan-tujuan dan kepentingan- kepentingan sosial, yang diurus dan diawasi oleh pemerintah dalam negara Islam menurut hukum Allah dan Rasulullah SAW.

Sedang untuk kerabat Rasul adalah sebagian dari seperlima ini, karena mereka tidak mempunyai bagian dari zakat kaum muslimin dan sedekah mereka. Kemudian ia menerangkan bagian dari tiga golongan dari seperlima ini secara khusus :

1. Anak – anak yatim, untuk keperluan memberi pengajaran dan pendidikan kepada mereka, supaya dapat memiliki syarat-syarat keahlian untuk turut mengambil bagian dalam kompetisi di dunia ini.

2. orang-orang miskin yaitu orang yang berkekurangan yang tidak dapat memperoleh apa yang menjadi kebutuhan mereka dan tempat kediaman mereka. Juga turut menyertai mereka dalam bagian ini janda-janda kaum muslimin, orang-orang yang lemah dan orang sakit.

3. Ibnu sabil yaitu orang-orang yang dalam perjalanan. Islam memberikan perhatian secara serius untuk menumbuhkan kecendrungan dikalangan kaum muslimun untuk menghormati musafir dan menjamunya dengan sebaik-baiknya. Di samping itu juga menyediakan sebnagian hartanya untuk musyafir dan harta itu dari zakat yang telah dikeluarkan, sedekah, dan harta rampasan perang.

Adapun aturan tentang harta rampasan Allah sudah menjelaskan dalam QS. Al-Hasyr;

7-8 yang berbunyi:

Artinya : "Harta rampasan (fai') yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota adalah untuk Allah, untuk Rasul, karib kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar diantara orangt-orang kaya saja dari pada kamu….(karib kerabat yang mendapat rampasan itu) adalah : orang-orang fakir yang berhijrah, yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari dari karunia Allah dan keridhaan-Nya, dan mereka mendapat pertolongan Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar."

Ayat ini tidak hanya menjelaskan pos-pos kemana harta rampasan perang (fai') itu dibagikan, namun juga menjelaskan dengan isyarat yang jelas mengenai tujuan yang senantiasa diingatkan oleh Islam, bukan hanya dalam pembagian harta rampasan saja, tetapi juga dalam sistem ekonominya yang menyeluruh, yaitu : supaya harta itu jangn sampai beredar di sekitar orang-orang kaya saja.

6. Hemat

(6)

Islam memperhatikan dan mengawasi perputaran kekayaan pada seluruh masyarakat, dan ditentukannya satu bagian dari harta orang-orang kaya untuk diberikan kepada fakir dan miskin pada satu sisi, dan pada sisi lain diperintahkannya kepada tiap- tiap individu dalam mengeluarkan hartanya (pembelanjaan), hingga keseimbangan dalam pembagian kekayaan tidak terganggu karena kelalaian dan keterlaluan individu-individu dalam mempergunakan kekayaan mereka. Dalam hal ini Allah SWT berfirman dalam QS.

Al- Furqan :67 yang artinya :"Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta) tidak berlebih-lebihan, dan tidak pula kikir, tetapi adalah (pembelanjaan) itu di tengah-tengah antara yang demikian".

Dalam hal ini, Islam tidak menghendaki seyogyanya orang membelanjakan harta kecuali dalam lingkungan batas-batas kemampuan ekonominya. Tidak dihalalkan baginya melampaui batas, hingga pengeluarannya lebih besar dari pada pendapatannya, kemudian ia terpaksa menjadi seorang pengemis dan perampas harta orang lain, atau berhutang kepada orang lain tanpa ada keperluan yang sesungguhnya kemudian tidak membayarnya kepadanya, atau menjual semua alat-alat dan perabot rumah tangga yang dimilikinya untuk membayar hutangnya, dan memasukkan dirinya kedalam golongan orang fakir- miskin karena perbuatannya sendiri.

Artinya mengeluarkan atau membelanjakan dalam lingkungan batas-batas kemampuan adalah jika seseorang mempunyai penghasilan yang besar, ia boleh membelanjakan semaunya secara boros dan mewah, bersenag-senang dan berfoya-foya sepanjang hidupnya. Namun karib kerabatnya, teman sejawatnya, dan tetangganya yang ada di sekelilingnya melewatkan hari-hari sepanjang hidupnya dalam keadaan lapar, miskin, dan sengsara. Mereka hampir-hampir tidak dapat memperoleh suatu yang dapat dipergunakan mereka untuk mempertahankan kelanjutan hidup mereka. Pembelanjaan yang semata-mata didorong oleh seperti dipandang oleh Islam ebagai suatu tindak melakukan pemborosan.

C. Pemikiran Yusuf Al- Qardawy

Islam menyatakan perang dengan kemiskinan, dari berusaha keras membendungnya, serta mengawasi berbagai kemungkinan yang dapat menimbulkannya, guna menyelamatkan aqidah, akhlak dan perbuatan memelihara kehidupan rumah tangga, dan melindungi kesetabilan serta ketentraman masyarakat. Di samping itu untuk mewujudkan jiwa persaudaraan antara sesama anggota masyarakat.

Demikian juga dengan apa yang dikemukakan oleh Yusuf al- Qordawy, bahwa kemiskinan ini bisa terentaskan kalau setiap individu mencapai taraf hidup yang layak didalam masyarakat. Dan untuk mencapai taraf hidup yang diidealkan itu islam memberikan kontribusi berbagai cara dengan jalan sebagai berikut.3

1. Bekerja

Setiap orang yang hidup dalam masyarakat Islam, diharuskan bekerja dan diperhatikan berkelana dipermukaan bumi ini. Serta diperintahkan makan dari rizki Allah.

Sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Mulk : 15 :

Artinya : "Dialah yang menjadikan bumi itu rumah bagimu, maka berjalanlah disegala penjurunya dan makanlah sebagian rizki-Nya".

3 Yusuf al-Qardawy , Loc, Cit, hal. 151-209

(7)

Bekerja merupakan suatu yang utama untuk memerangi kemiskinan, modal pokok untuk menvapai kekayaan, dan faktor dominan dalam menciptakan kemakmuran dunia.

Dalam tugas ini, Allah telah memilih manusia unbtuk mengelola bumi, sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Allah, bahwa hal itu pernah diajarkan oleh Nabi Saleh a.s kepada kaumnya, QS. Hud: 61:

Artinya : "Wahai Kaumku ! sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu tuhan, melainkan dia. Dia telah menciptakan kamu dari tanah (liat) dan menjadikan kamu sebagai pemakmurmu".

2. Mencukupi keluarga yang lemah

Sudah menjadi dasar pokok dalam syari'at Islam, bahwa setiap individu harus harus memerangi kemiskinan dengan mempergunakan senjatanya, yaitu dengan bekerja dan berusaha. Di balik itu, apa dosa orang-orang lemah yang tidak mampu bekerja? Apa dosa para janda yang ditinggal para suaminya dalam keadaan tidak berharta? Apa dosa anak- anak yang masih kecil dan orang tuanya yang sudah lanjut usia? Apa dosa orang cacat selamanya, sakit dan lumpuh? sehingga mereka semua kehilangan pekerjaannya? apakah mereka dibiarkan begitu saja karena bencana tengah melanda dan menimpa mereka, sehingga mereka terlantar dalam kehidupan yang tidak menentu?

Melihat realitas di atas Islam tidak menutup mata, namun Islam justru mengentaskan mereka dari lembah kemiskinan dan kemelaratan, serta menghindari mereka dari perbuatan rendah dan hina, seperti mengemis dfan meminta-minta. Pertama-tama konsep yang yang dikemukakan untuk menanggulangi hal itu adalah adanya jaminan antara anggota suatu rumpun keluarga, Islam telah menjadikan antara anggota keluarga saling menjamin dan mencukupi. Sebagian meringankan penderitaan anggota yang lain. Yang kuat membantu yang lemah, yang kaya menvukupi yang miskin, yang mampu memperkuat yang tidak mampu, karena itu hubungan yang mengikat mereka. Faktor kasih sayang, cinta mencintai, dan saling membantu adalah ikatan serumpun kerabat.

Demikinlah sebenarnya hakekat hubungan alami. Hal ini telah didukung oleh kebenaran syari'at Islam, sebagaimana yang disebutkan dalm QS. Al- Anfal: 75:

Artinya: "Dan anggota keluarga, sebagiannya lebih berhak terhadap anggota keluarga yang lain, menurut kitab Allah".

3. Zakat

Islam mewajibkan setiap orang sehat dan kuat, untuk bekerja dan berusaha mencapai rizki Allah, guna menccukupi dirinya dan keluarganya, sehingga sanggup mendermakan hartanya di jalan Allah. Bagi orang yang tidak mampu berusaha dan tidak sanggup bekerja, serta tidak mempunyai harta warisan atau simpanan guna mencukupi kebutuhan hidupnya, ia berhak mendapatkan jaminan dari keluarganya yang mampu. Keluarga yang mampu tadi berkewajiban memberikan bantuan serta bertanggung jawab terhadap nasib keluarga yang miskin.

Namun demikian, tidak semua fakir miskin mempunyai keluarga yang mampu dan sanggup memberi bantuan. Apakah kiranya yang akan dibuat oleh fakir miskin yang malang itu? Apakah mereka dibiarkan begitu saja, hidup dibawah tekanan kemelaratan dan ancaman kelaparan, sedangkan masyarakat disekitarnya yang didalamnya terdapat orang-orang kaya, hanya menyaksikan penderitaan mereka?.

(8)

Islam tidak akan membiarkan begitu saja nasib fakir miskin yang terlantar.

Sesungguhnya allah SWT telah menetapkan bagi mereka suatu hak tertentu di dalam harta orang-orang kaya, dan suatu bagian yang tetap dan pasti, yaitu zakat. Sasaran utama bagi zakat itu adalah untuk mencukupi kebutuhan orang-orang miskin.

Di samping zakat juga masih ada hak-hak material lain, yang wajib di penuhi oleh orang Islam, karena berbagai sebab dan hubungan. Kesemuanya itu merupakan sumberdana bantuan bagi orang-orang fakir dan miskin merupakan kekuatan untuk mengusir kemiskinan dari tubuh masyarakat Islam. Hak- hak tersebut diantaranya adalah :

a. Hak bertetangga b. Korban Hari Raya Haji c. Melanggar Sumpah d. Kafarah sumpah e. Kafarah Dihar f. Kafarah

g. Fidyah bagi yang lanjut usia

h. Al- Hadyu (pelanggaran dalam ibadah haji) i. Hak tanaman pada saat mengentan

j. Hak mencukupi fakir miskin.

4. Al-Khizanah al-Islamiyah (sumber Material dalam Islam atau Baitul Mal)

Apabila dalam distribisi kekayaan yang diambil dari zakat untuk para fakir miskin tidak mencukupi, maka dapat diambil dari persediaan dari sumber material yang lain.

Sumber material yang dimaksud adalah Khizanah al- Islamiyah.

Sumber-sumber material dalam Islam disini meliputi hak milik negara dan kekayaan – kekayaan umum, yang dikelola dan diurus oleh pemerintah, baik yang digarap langsaung maupun yang dikerjakan bersama, seperti harta wakaf, sumbner kekayaan alam, dan barang tambang yang ditetapkan dalam Islam.

Sebagian besar ahli fiqih Islam sangat berhati-hati dalam menyelamatkan hak fakir miskin dalam hubungannya dengan harta zakat. Karena itu, mereka tidak membolehkan harta zakat itu seluruhnya atau sebagian dipergunakan untuk kepentingan umum.

Misalnya, untuk pembiayaan angkatan perang atau keperluan-keperluan lainnya yang serupa, meski pada saat itu kas anggaran belanja induk mengalami minus. Sedangkan kas anggaran belanja zakat dalam keadaan surplus. Kecuali dengan jalan pinjaman atas nama kas anggaran belanja induk, yang nantinya setelah kas anggaran belanja iru surplus kembali, pinjaman itu harus dikembalikan kepada kas anggaran belanja zakat.

Kekayaan itu harus dipegang dan dikuasai oleh pemerintah agar seluruh rakyat bisa menikmati manfaatnya. Segala sesuatu yang merupakan pemasukan Khizanah al- Islamiyah merupakan sumber bantuan bagi orang-orang miskin, manakala pemasukan dan zakat tidak mencukupi para fakir miskin. Khizanah al-islamiyah ini sangat penting keberadaannya karena, ketika di antara kaum muslimin orang-orang fakir dan miskin membutuhkan bantuan, sedangkan kas sedekah (zakat) mengalami kekosongan. Dalam hal ini seorang imam (kepala negara) boleh mengambil uang khas harta pajak untuk memenuhi kebutuhan mereka tersebut. Pinjaman itu tidak perlu dinyatakan sebagai pinjaman yang harus dibayar oleh khas sedekah.

Dari baitul mal ini sesungguhnya merupakan persediaan paling terakhir setiap orang fakir dan orang-orang yang berkekurangan. Karena itu baitul mal milik semua orang, bukan milik seorang amir (pimpinan/kepala negara) atau kelompok orang-orang tertentu.

(9)

5. Shodaqoh

Islam juga berusaha membentuk pribadi yang luhur, dermawan, dan murah hati.

Pribadi yang luhur adalah insan yang suka memberikan lebih dari apa yang diminta, suka mendermakan lebih dari apa yang diwajibkan. Ia suka memberikan sesuatu, kendati tidak diminta dan tidak dituntu terlebih dahulu. Ia suka berderma (memberi infaq) dikala siang maupun malam.

Sebab itulah, telah turun sejumlah al-qur'an yang agung dan hadits Rasulullah yang mulia sebagai pembawa berita gembira dan penyampaian ancaman siksa, pembangkit dan penggerak gairah kerja, pendorong kearah ikhlas, berjuang, dan berderma serta pencegah sikap-sikap kikir dan bakhil. Sebagaimana Allah berfirman dalam QS. Al-baqarah (2):

245:

Artinya: "Siapa saja yang mau meminjamkan kepada Allah dengan satu pinjaman yang baik, ia akan mengadakan (pembayaran) itu dengan berlipat ganda. Sebab, Allah- lah yang menyempitkan dan meluakan rizki, dan kepadanyalah kalian dikendalikan".

Allah berfirman dalam QS. Al-Insan: 8- 10, yang berbunyi;

Artinya : "Dan mereka memberi makanan yang diseganinya, kepada orang-orang miskin, dan anak-anak yatim, dan orang tawanan. Sesungguhnya kami tidak memberi makanan kepada kamu melainkan karena Allah, kami tidak mengharap dari kamu balasan dan ucapan terimakasih. Sesungguhnya kami takit akan adzab Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang yang bermuka masam penuh kesulitan".

D. Penutup

Al-Qur'an telah menekankan pesan beberapa kali bahwa kaum muslimin tidak menahan kekayaan dan pendapatan mereka hanya untuk diri mereka sendiri. Melainkan setelah memenuhi kebutuhan mereka mencukupinya, mereka harus melaksanakan kewajiban terhadap keluarga dekat mereka, para tetangga, serta orang-orang lain yang membutuhkan pertolongan di dalam komunitas tersebut, dan orang-orang yang mempunyai kekayaan cukup diwajibkan untuk memperhatikan kepentingan-kepentingan para fakir miskin.

Tindakan yang dimaksudkan oleh Islam itu adala, Pertama, Tindakan positif yang dipakai untuk mencegah pemusatan kekayaan dan membantu menyebarkan di dalam masyarakat, misalnya, menyebarkan zakat kedalam masyarakat serta hukum waris. Tujuan tindakan ini adalah untuk memenuhi jumlah minimum hak-hak masyarakat yang dituntut kemi kemaslahatan masyarakat. Dengan kata lain, upaya itu untuk membina dan mempertahankan keadilan sosial di dalam kontinuitas masyarakat. Kedua, tindakan-tindakan pelarangan yang dipergunakan untuk mencegah timbulnya praktik-praktik yang tidak sehat, penumpukan harta, pengeluaran yang sia-sia dan lain sebagainya.

Untuk mencapai cita-cita keadilan ekonomi dalam masyarakat sebagai mana di sebutkan di atas, Islam mempersembahkan cita-cita yang sangat tinggi pada individu agar tidak terjerumus pada level yang lemah menjadi "hewan Ekonomi" dimana hidupnya hanya untuk makan, dan dimana perutnya merupakan awal dan akhir dari seluruh aktivitas ekonominya. Padahal seharus-nya merasa bahawa makan adalah untuk sekedar hidup dan hidup adalah untuk mencapai cita-cita yang lebih mulia.

(10)

Dengan demikian, Islam merupakan alternatif dalam pemecahan masalah kemiskinan, berbeda dengan feodalisme yang hany menikmati kesejahteraan melalui keringat orang lain, berbeda pula dengan kapitalisme yang membenarkan sistem riba, berbeda pula dengan sosialisme yang tidak membenarkan hak waris. Disini Islam mempunyai konsep sosial bagi mereka yang mempunyai kekayaan berlebih melalui zakat dan sebagainya.

Daftar Pustaka

Abu A'la al-Maududi, Dasar dasar ekonomi dalam Islamdan Berbagai Sistem masa Kini, Bandung: Al-Ma,arif. 1980.

Jhon Kenneth, Hakekat Kemiskinan Masa, Jakarta Sinar harapan. 1980

Sulaiman Rasid, Fiqh Islam, Jakarta : at-Tahiriyah, 1954

Yusuf al-Qardhawy, Konsep Islam dalam Mengentaskan kemiskinan, Surabaya : BinaIslam, 1996

Referenties

GERELATEERDE DOCUMENTEN

Di samping itu, kerangka negara hukum seperti yang akan diuraikan di bawah juga dapat digunakan karena kategori pelembagaan yang ada di dalam kerangka tersebut berisi rangkaian

dan segala yang beroleh warith daripada nabi Allah kapada Allah tarala saperti dua bentok busar y a rni daerah yang ketiga itu, upama-nya upama daerah dhat Allah tarala dan

3. "Food" yang merupakan subjek dari penyampaian "Prior Notice" adalah makanan yang dikonsumsi manusia maupun binatang yang diimpor atau diminta untuk diimpor ke

Dana alokasi khusus, selanjutnya disingkat DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu

Antara pinjaman modal dengan pendapatan usaha menunjukkan bahwa nilai r sebesar 0,9804 untuk usaha perdagangan, usaha jasa sebesar 0,9495 dan usaha industri rumah tangga

Akhirnya aemoga bimbingan b1ntu~n dan keritik yang yang te- lab diberikan merupakan smal salch yang ditcrima oleh Allah SWT... Kegunaan

hedap keten~uan pidana yeng d1kwalitieir eebagei kej. h atan dengan pr1leku yeng eebegien beear ber-ueie mu- da. Menurut pondangen seoreng sedeleg bahwa mekin de- kat

f. pekerjaan yang memerlukan penyelesaian secara cepat dalam rangka pengembalian kekayaan negara yang penanganannya dilakukan secara khusus berdasarkan peraturan